Akhlaq Kepada Sang Pencipta, Diri Sendiri Dan Orang Tua Berdasarkan Pandangan Berbagai Agama di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN


1.      LATAR BELAKANG
Akhlak merujuk kepada amalan, dan tingkah laku tulus yang tidak dibuat-buat yang menjadi kebiasaan. Manakala menurut istilah Islam, akhlak ialah sikap keperibadian manusia terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan makhluk lain, sesuai dengan suruhan dan larangan serta petunjuk Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Ini bererti akhlak merujuk kepada seluruh perlakuan manusia sama ada berbentuk lahiriah mahupun batiniah yang merangkumi aspek amal ibadat, percakapan, perbuatan, pergaulan, komunikasi, kasih sayang dan sebagainya.
Dalam makalah ini yang di bahas adalah akhlak kepada sang pencipta, diri sendiri dan orang tua berdasarkan pandangan berbagai agama di indonesia. Yaitu tentang bagaimana seharusnya perilaku seorang manusia muslim tehadap dirinya sendiri, lingkungan dan terhadap Allah SWT. Sehingga nantinya seorang muslim akan menjadi seseorang yang berakhlak mulia khususnya akhlak Kepada Allah SWT.
Dan adapun akhlak kepada Allah yaitu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Jadi seorang muslim itu hendaknya taat terhadap apa yang diperintahkan oleh Tuhannya. Sehingga akhlak orang muslim kepada Allah yaitu beriman dan taqwa kepada Allah SWT.
2.       TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mahasiswa dapat memahami pengertian dan ruang lingkup akhlak
2.      Mahasiswa dapat memahami perbandingan baik buruk dalam akhlak
3.      Mahasiswa dapat memahami implementasi akhlak dalam kehidupan bersama

3.      MANFAAT PENULISAN
Penyusunan berharap makalah ini mampu menambah wawasan pembaca mengenai akhlak terpuji yang di ridhoi Allah SWT dan Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang mampu menambah iman para pembaca


BAB II
TINJAUAN TEORI
1.      Apa Pengertian Akhlak
Mari berpikir dan merenung sejenak, APAKAH anda telah mengetahui apa itu akhlak? kalau anda telah tahu, tentulah anda mengetahui apa pengertian akhlak dan apa saja macam macam akhlak itu sendiri.
Pengertian akhlak secara sederhana berarti perilaku atau tingkah laku yang secara sadar dilakukan berulangkali. 
`Artinya ada akhlak yang baik dan ada akhlak yang buruk. Ya TEPAT !. Pengertian akhlak secara sederhana diatas tidak membatasi apakah akhlak itu harus baik, intinya bila aktivitas ataupun perbuatan ataupun reaksi atas suatu perihal dilakukan berulangulang kali maka disebut akhlak.
Kenapa pengertian akhlak diatas sangat sederhana? Terkesan tidak membatasi bukan!, itu karena kata akhlak sendiri adalah bentuk jamak yang berasal dari kata tunggal  Khuluk (Bahasa arab) yang berarti tabiat, tingkah laku dan bahkan ada yang mengartikannya sebagai agama (Berliana Katarkusumah).
Untuk membahas akhlak lebih jauh lagi, anda harus membaca beberapa pengertian akhlak oleh beberapa ahli khususnya ahli agama dan lainnya dibawah ini.
Menurut beberapa pakar dalam bidang akhlak seperti Ahmad Ibn Muhammad Miskawaih Razi atau Ibnu Miskawaih (penulis buku Tahdzibul achlaq wa tathhirul a’raaq dan Tartib as Sa’adah tentang akhlak), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (Imam Al Gazali), dan Ahmad Amin (penulis buku Dhuhal Islam yang kontroversial) menyatakan bahwa pengertian akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran dahulu.
Menurut Nurcholish Madjid, bahwa istilah akhlak atau khuluq merupakan satu akar kata dengan khalq atau penciptaan, khaliq (pencipta) dan makhluq (ciptaan), yang semuanya mengacu pada pandangan dasar Islam mengenai penciptaan manusia, bahwasanya manusia diciptakan dalam kebaikan, kesucian dan kemulian sebagai “sebaik baiknya ciptaan” (ahsanu taqwim). Lebih lanjut dijelaskan oleh Bapak Nurcholish madjid bahwa manusia akan terbimbing ke arah akhlak yang mulia jika beriman kepada Allah dengan berbagai turunan caranya (derivasi). Selanjutnya manusia akan menerjemahkan imannya menjadi tingkah laku yang penuh tanggungjawab kepada sesama manusia, dengan jalan saling berpesan tentang kebenaran serta saling berpesan tentang ketabahan. Kecenderungan mendasar manusia terhadap kebaikan tersebut dapat ditemukan dalam QS Ar-Rum(30):30 dengan istilah Fitrah.
Tentu bila anda melihat dalam KBBI, pengertian akhlak akan lebih sederhana dari pengertian akhlak sederhana diatas, yaitu suatu budi pekerti atau kelakuan.






BAB III
TINJAUAN KASUS

   
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.       Apa pengertian dari akhlak kepada sang pencipta menurut pandangan berbagai agama di Indonesia?
b.      Bagaimana ruang lingkup akhlak terhadap diri sendiri.
c.       Apa pengertian akhlak kepada orang tua?






























BAB V
PEMBAHASAN

1.      Akhlak Menurut Agama Islam
A.    Pengertian Akhlak Kepada Sang Pencipta (Allah Swt)
Menurut Kahar Masyhur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sehingga akhlak kepada Allah dapat diartikan Segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah SWT (sebagai Kholiq).C
a)      Akhlak seorang muslim terhadap Allah SWT
Kita sebagai umat islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada Allah karena Allah lah yang telah menyempurnakan kita sebagai manusia yang sempurna. Untuk itu akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik jangan akhlak yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus bersyukur kepada Allah. Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah ta’ala dan sesamanya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,


حُسْن الْخُلُق قِسْمَانِ أَحَدهمَا مَعَ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ ، وَهُوَ أَنْ يَعْلَم أَنَّ كُلّ مَا يَكُون مِنْك يُوجِب عُذْرًا ، وَكُلّ مَا يَأْتِي مِنْ اللَّه يُوجِب شُكْرًا ، فَلَا تَزَال شَاكِرًا لَهُ مُعْتَذِرًا إِلَيْهِ سَائِرًا إِلَيْهِ بَيْن مُطَالَعَة وَشُهُود عَيْب نَفْسك وَأَعْمَالك .
وَالْقِسْم الثَّانِي : حُسْن الْخُلُق مَعَ النَّاس .وَجَمَاعَة أَمْرَانِ : بَذْل الْمَعْرُوف قَوْلًا وَفِعْلًا ، وَكَفّ الْأَذَى قَوْلًا وَفِعْلًا



Keluhuran akhlak itu terbagi dua. Yang Pertama, akhlak yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa segala amalan yang anda kerjakan mesti (mengandung kekurangan/ketidaksempurnaan) sehingga membutuhkan udzur (dari-Nya) dan segala sesuatu yang berasal dari-Nya harus disyukuri. Dengan demikian, anda senantiasa bersyukur kepada-Nya dan meminta maaf kepada-Nya serta berjalan kepada-Nya sembari memperhatikan dan mengakui kekurangan diri dan amalan anda. Kedua, akhlak yang baik terhadap sesama. kuncinya terdapat dalam dua perkara, yaitu berbuat baik dan tidak mengganggu sesama dalam bentuk perkataan dan perbuatan.2
Adapun contoh Akhlak kepada Allah itu antara lain:

a.    Taqwa kepada Allah SWT
Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala Perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
b.   Cinta kepada Allah SWT        
Definisi cinta yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
c.    Ikhlas
Definisinya yaitu semata-mata mengharap ridlo Allah. Jadi segala apa yang kita lakukan itu semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT.
d.   Khauf dan raja’
Khauf yaitu kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukaiyang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya.4
Raja’ yaitu memautkan hati pada sesuatu yang disukai.
e.    Bersyukrur terhada nikmat yang diberikan Allah
Syukur yaitu memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurny seorang h amba berkisar atas tiga hal, yang jika ketigany tidak berkumpul maka tidaklah dinamakann syukur. Tiga hal itu yaitu mengakui nikmat dalam batin, membicaraknnya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana taat kepada Allah.
f.    Muraqobah
Dalam hal ini, Muraqabah diartikan bahwa kita itu selalu berada dalam pengawasan Allah SWT.5
g.   Taubat
Taubat berarti kembali, yaitu kembali dari sesuatu yang buruk ke sesuatu yang baik.
h.   Berbaik sangka kepada Allah SWT
Maksudnya kita sebagai umat yang diciptakan oleh Allah, hendaknya khusnudzon, jangan suudzon, karena apa yangakan diberikan oleh Allah itu pasti bak bagi kita.
i.     Bertawakal kepada Allah SWT
Bertawakal yaitu kita berserah diri kepada Allah. Setelah kita memohon kepada Allah hendaknya kita berrusaha, bukan hanya diam diri untuk memenuhi do’a kita. Itu yang dimaksud dengan tawakal.
j.     Senantiasa mengingat Allah SWT
Salah satu akhlak yang baik kepada Allah yaitu kita selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang.
k.   Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT
Yaitu kita dianjurkan untuk melakukan Tadzabur Alam, memikirkan tentang bagaimana kita diciptakan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ciptaan Allah yang lain, supaya kita dapat merasakan keagungan Allah SWT. Sehingga kita dapat berakhlak yang baik kepada Allah.
l.     Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT
Sebagai hamba Allah yang baik hendaknya kita melakukan Amar ma’ruf,
m. Menjauhi apa yang dilarang Allah SWT
Sebagai hamba Allah yang baik hendaknya kita Nahi Munkar.
b)     Alasan mengapa seorang muslim harus berakhlak kepada Allah SWT
Seorang muslim yang baik itu memang diharuskan berakhlak yang baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia itu diciptakan atas kehendak-Nya, sehingga alangkah baiknya kita bersikap santun (berakhlak) kepada sang Kholliq sebagai rasa syukrur kita.
Menurut Kahar Mashyur , Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
Yaitu:1
Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :
yang artinya : (5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada.” (at-Tariq:5-7)
Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
yang Artinya: "Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.” ( Q.S an-Nahal : 78)
Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
yang Artinya (12) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).
Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
yang Artinya:  "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S al-Israa : 70).


B.           RUANG LINGKUP AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI
a)      Berakhlak terhadap jasmani.
1.      Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum'at, memakai wewangian dan selalu bersugi.

2.      Menjaga makan minumnya.
Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan satu pertiga untuk bernafas.

3.      Tidak mengabaikan latihan jasmaninya
riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.

4.      Rupa diri.
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur.




b)     Berakhlak terhadap akalnya.

1.      Memenuhi akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu. Ilmu fardh 'ain  yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.


2.      Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini. Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah antara sahabat yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.


c)       Berakhlak terhadap jiwa
Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya:
-          Bertaubat
-          Bermuqarabah
-          Bermuhasabah
-          Bermujahadah
-          Memperbanyak ibadah
-          Menghadiri majlis Iman

Untuk meningkatkan tahap kejiwaan kita tidak boleh keseorangan. Lantaran dari pada itu kita perlu sahabat yang boleh memperingatkan diri kita. Disamping itu kita perlu berdoa kepada Allah.

C.    Akhlak terhadap orang tua,
Dalam Al-Qur’an dan al Hadis permasalahan berbakti kepada orang tua senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah, sedangkan masalah  durhaka terhadap keduanya selalu dikaitkan dengan berbuat syirik terhadapNya. Tak heran bila sebagian ulama menyimpulkan bahwa keimanan seseorang tidak akan berarti selama dia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya dan tidak ada bakti kepada keduanya selama dia tidak beriman kepada Allah. Berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketepatan kitabullah Al-Qur’an dan al hadis. Allah berfirman:“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan suatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Allah menghubungkan beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada orang tua. Hal ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) di sisi Allah. Secara naluri, orang tua rela mati mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dan kedua orang tuanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya. Tatkala kedua orang tua menginjak masa tua, mereka pun tetap berbahagia  dengan keadaan putra-putrinya. Akan tetapi, betapa cepat seorang anak melalaikan jasa-jasa orang tuanya, hanya karena disibukkan oleh istri dan anak-anaknya. Ia tidak perlu bagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajiban mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih. Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu keharusan bagi anak  untuk selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta menghargai.
Allah ta’ala juga berfirman dalam surat Al Isra’ yang artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang”. Seolah-olah sikap rendah diri  memiliki sayap dan sayap tersebut direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya kepada kedua orang tua, sebagai pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.
Bukti kasih sayang Allah banyak sekali. Suatu contoh cahaya matahari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah, rabb semesta alam.
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan tahu kedudukan serta kemuliaan orang tua. Dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak seolah-olah dia bersujud dengan roh dan perasaannya, bersujud kepada Allah. Dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua. Allah swt berfirman: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya” (QS. Al Ankabut: )

2.      MENURUT AGAMA KRISTEN

Akhlak Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu teologi yang membahas masalah tentang apa yang baik dari sudut pandang Kekristenan.[1] Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Tauratdan Injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tindakan yang bila diukur secara moral baik.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap kehendak Allah itu.

Etika Perjanjian Lama

Titik tolok etika Perjanjian Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat manusia.[3]Oleh karena itu, bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3]Hal ini juga menyebabkan konsep etika Perjanjian Lama selaras dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berlandaskan hubungan antara Allah dan umatnya.[3]Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Perjanjian Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3]Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus memiliki dorongan untuk mengarah pada kelakuan etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3]Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel wajib untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kelakuan mereka.[3]Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang karenanya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba. Keempat adalah menaati perintah Allah.

Anugerah Allah Dalam Penciptaan


"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, gambaran Taman Eden oleh seorang Jerman dari abad ke-16
Etika Perjanjian Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4]Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani disebut tselem dan dalam bahasa Latin disebut Imago Dei.[4]Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4]Manusia yang telah diciptakan Allah selanjutnya merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4]Hal ini terjadi karena manusia adalah pribadi bebas yang juga memiliki kehendak bebas.[4]Namun, kehendak bebas haruslah disertai dengan tanggung jawab.[4]Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah kepada Adam yaitu berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4]Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut ada sebuah tindakan yang dilakukan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu). Tindakan Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:
  1. Ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa yang kemudian telanjang dan merasa malu dan bersembunyi di antara pohon-pohon dalam taman, Allah mencarinya dan lebih dahulu menyapanya, dimanakah engkau?(Kej 3:9).[4]
  2. Untuk menutupi ketelanjangan manusia, Allah membuatkan pakaian dari kulit binatang, lalu mengenakannya pada kedua manusia berdosa,Adam dan istrinya Hawa (Kej 3:21).[4]
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah mau merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4]Namun, sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya.[4]Hal ini dapat terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adiknya Habel, hanya karena iri terhadap soal persembahan.[4]Tidak hanya itu saja, ketika manusia bertambah banyak, perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).
Akhlak kepada orang tua
Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu" (Keluaran 20:12). Sebenarnya apakah makna "hormat" di sini?
  1. Hormat berarti bersikap santun dan patuh terhadap orangtua. Di dalam hukum Taurat tertera perintah yang mengharuskan orang Israel untuk menjatuhkan sanksi berat-kematian-kepada anak yang mengutuki orangtuanya, "Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri" (Imamat 20:9).
  2. Hormat berarti bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orangtua. Tuhan Yesus menegur orang Yahudi yang menyelewengkan perintah Tuhan akan persembahan atas dasar ketidakrelaan memenuhi kebutuhan orangtua (Matius 15:3-6). Juga, sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, Ia meminta Yohanes untuk memelihara Maria, ibu-Nya (Yohanes 19:26-27). Semua ini memperlihatkan bahwa Tuhan menginginkan kita untuk bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orangtua kita.



Namun kita juga harus memahami batas hormat kepada orangtua sebab perintah ini diberikan bukan tanpa batas.
  1. Kendati kita harus patuh kepada orangtua namun kepatuhan kita tidak boleh melebihi kepatuhan kepada Tuhan sendiri. Firman Tuhan mengingatkan, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku . . ." (Matius 10:37).
  2. Walaupun keluarga jasmaniah adalah penting namun bagi Tuhan terpenting adalah keluarga rohaniah. Pada waktu Tuhan tengah mengajar, ibu dan saudara Tuhan Yesus datang mengunjungi-Nya. Tuhan menegaskan, "Siapakah ibu-Ku dan siapakah saudara-saudara-Ku? . . . Sebab siapa pun yang melakukan kehendak bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku . . . dialah ibu-Ku" (Matius 12:46-50).
  3. Tanggung jawab kepada orangtua lebih bersifat fisik ketimbang emosional. Anak berkewajiban memelihara kelangsungan hidup orangtua di masa orangtua tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya. Namun anak tidak berkewajiban membuat orangtua senang secara membabi buta; menyenangkan orangtua mempunyai batasnya. Firman Tuhan mencatat, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya, 'Tuhan, izinkanlah aku pergi terlebih dahulu menguburkan ayahku.' Tetapi Yesus berkata kepadanya, 'Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka' " (Matius 8:21-22).
  4. Setelah kita menikah, kita harus mengutamakan keluarga sendiri tanpa harus melepaskan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orangtua. Itu sebabnya Tuhan berfirman, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging" (Kejadian 2:24). Harus ada sebuah tindak pemisahan dan prioritas sehingga keluarga yang baru dapat berdiri dengan mandiri.

3.      Akhlak Menurut Hindu
Ajaran Hindu mengajarkan prinsip-prisip etika yang wajib dipegang teguh oleh pengikut. Prinsip tersebut ialah sifat patuh dan disiplin dalam melaksanakan upacara-upacara ajarannya sebagaimana mestinya. Manakala seseorang dapat melaksanakan kewajiban tersebut dengan sempurna maka dapat dipandang sebagai orang yang mencapai drajat kemuliaan yang sesungguhnya.




a.      Akhlak kepada orang tua

Dalam kitab Taittiriya Upanisad disebutkan bahwa ayah dan ibu itu adalah ibarat perwujudan Deva dalam keluarga. Dalam Vana Parva 27,214 menyebutkan bahwa ayah dan ibu termasuk sebagai Guru, di samping Agni, Atman, dan Rsi.

Jika dalam agama Hindu di Bali ayah dan ibu disebut sebagai Guru Rupaka di samping Hyang Widhi sebagai Guru Svadyaya, pemerintah sebagai Guru Visesa, dan para pengajar sebagai Guru Pengajian.
            Dalam kekawin Nitisastra VIII.3 dijelaskan tentang Panca Vida (lima hal yang menyebabkan anak-anak harus berbakti kepada ayah dan ibunya) yaitu sebagai berikut :
  1. Sang Ametwaken, karena pertemuan (hubungan suami/ istri) ayah dan ibu maka lahirlah anak-anak dari kandungan ibu. Perjalanan hidup ayah dan ibu sejak kecil hingga dewasa, kemudian menempuh kehidupan Gryahasta, sampai mengandung bayi dan selanjutnya melahirkan, dipenuhi dengan pengorbanan-pengorbanan.
  2.  Sang Nitya Maweh Bhinojana, ayah dan ibu selalu mengusahakan memberi makan kepada anak-anaknya. Bahkan tidak jarang dalam keadaan kesulitan ekonomi, ayah dan ibu rela berkorban tidak makan, namun mendahulukan anak-anaknya mendapat makanan yang layak. Ibu memberi air susu kepada anaknya, cairan yang keluar dari tubuhnya sendiri.
  3. Sang Mangu Padyaya, ayah dan ibu menjadi pendidik dan pengajar utama. Sejak bayi anak-anak diajari menyuap nasi, merangkak, berdiri, berbicara, sampai menyekolahkan. Pendidikan dan pengajaran oleh ayah dan ibu merupakan dasar pengetahuan bagi kesejahteraan anak-anaknya di kemudian hari.
  4. Sang Anyangaskara, ayah dan ibu melakukan upacara-upacara manusa yadnya bagi anak-anaknya dengan tujuan mensucikan atma dan stula sarira. Upacara-upacara itu sejak bayi dalam kandungan sampai lahir, besar dan dewasa: Magedong-gedongan, Embas rare, Kepus udel, Tutug Kambuhan, Telu bulanan, Otonan, Menek kelih, Mepandes, Pawiwahan.
  5.  Sang Matulung Urip Rikalaning Baya, ayah dan ibulah pembela anak-anaknya bila menghadapi bahaya, menghindarkan serangan penyakit dan menyelamatkan nyawa anak-anaknya dari bahaya lainnya.

4.      Akhlak Menurut Budha

Pengajaran budha dikenal tokohnya dengan nama Budha Gautama yang dilahirkan lebih kurang 25 abat yang lalu hingga kini masih banyak pengikut-pengikutnya terutama di Tiongkok, Burma, Jepang dan juga Indonesia.
Pokok- pokok akhlak dalam ajaran budha ada 4:
• Sengsara, sakit sebagai keadaan yang lazim dalam alam ini
• Kembali kedalam dunia ( reingkarnasi ) di sebabkan kotornya ruh dan nafsu syahwat terdahulu
• Untuk menyelamatkan diri dalam usaha mencapai nirwana, maka hendaklah melepaskan diri dari segala pengaruh syahwat
• Wajib menjauhi segala rintangan yang menghalangi seorang dalam melepaskan nafsu syahwatnya, yakni dengan memadamkan sekalian keinginandan kesukaan

Untuk mencapai cita-cita tersebut diadakan satu pola akhlak yang meliputi delapan perkara : melazimi kebaikan, bersifat kasih sayang, suka menolong, mencintai orang lain, suka memaafkan orang, ringan tangan dalam kebaikan, mencabut diri sendiri dari sekalian kepentingan yang penting-penting, mogok dari hajat kalau perlu di korbankan untuk menolong orang lain.

 Dalam kitab suci Dhammapada Bab V ayat 67, Sang Buddha bersabda, “Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang bergelimang air mata.”.

AKHLAK KEPADA ORANG TUA
Jasa orang tua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Dalam Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2Sang Buddha memberikan perumpamaan sebagai berikut : “ Bila seorang anak menggendong ayahnya dipundak kiri dan ibunya di pundak kanan selama seratus tahun, maka anak tersebut belum cukup membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”
Anak-anak amat berhutang budi kepada orang tuanya. Tanpa kasih sayang dan pengorbanan orang tua, anak-anak tidak mungkin dapat hidup bahagia. Sang Buddha pernah mengatakan bahwa orang tua laksana “ Brahma” bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu, Anak-anak seyogyanya berbakti kepada orang tuanya. Sanak-anak seyogyanya merasa gembira dan bahagia bila berkumpul dengan orang tuanya. Anak-anak seyogyanya berlaku baik dan sopan terhadap orang tuanya.
Dalam Dhammapada bab XXIII ayat 332, Sang Buddha bersabda, “Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini; berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini, berlaku baik terhadap Para Ariya juga merupakan kebahagiaan.”
Anak–anak seyogyanya berusaha melakukan kewajibannya sebagai anak dengan sebaik-baiknya. Dalam Sigalovada Sutta diuraikan mengenai 5 macam kewajiban anak kepada orang tuanya, yaitu,
  1. Merawat dan menunjang kehidupan orang tuanya terutama dihari tua mereka.
  2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan orang tuanya.
  3. Menjaga nama baik dan kehormatan keluarganya.
  4. Mempertahankan kekayaan keluarga, tidak menghambur-hamburkan harta orang tua dengan sia-sia.
  5. Memberikan jasa-jasa kebahagiaan kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia.


















       



BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Ø  Akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
Ø  Akhlak positif adalahsegala tingkah laku , tabiat, watak dan perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf, rendah hati dan sifat baik yang lainnya.
Ø  Akhlak negatif adalah semua tingkah laku, perangai, watak sombong, dendam, dendki, khianat, dan sifat yang buruk lainnya.
Ø  Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna, yang sesuai dengan nilai dan norma agama, nilai serta norma yang terdapat dalam masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Ø  Yang buruk menurut akhlak adalah segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang menentukan baik atau buruk suatu sikap yang melahirkan perilaku atau perbuatan manusia, didalam agama dan ajaran islam adalah Al-Qur’an yang dijelaskan dan dikembangkan oleh Rasulullah SAW dengan sunah beliau yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits.
Ø  Akhlak baik atau terpuji (akhlakul mahmudah) yakni, perbuatan baik terhadap tuhan (al-khaliq), terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya.
Akhlakul karimah ini banyak macamnya, diantaranya adalah
Husnuzzan, gigih, berinisiatif,  rela berkorban,tata karma terhadap makhluk Allah, adil, ridho, amal shaleh,sabar,tawakal,qona’ah,bijaksana,percaya diri,dan masih banyak lagi.
Ø  Akhlak yang tercela (akhlakul Madzmumah) yakni, perbuatan buruk terhadap tuhan (al-khaliq), terhadap sesame manusia dan makhluk lainnya.
















   DAFTAR PUSTAKA




0 Response to "Akhlaq Kepada Sang Pencipta, Diri Sendiri Dan Orang Tua Berdasarkan Pandangan Berbagai Agama di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel