Para Guru Khawatir Sekolah Juli Dibuka, Guru Nilai Belum Aman dan Usul Sistem Sif
Nihan, guru SMA Negeri 3 Seluma, Bengkulu, menganggap kondisi di daerahnya belum aman untuk mengizinkan siswa datang ke sekolah.
"Belum aman, karena semakin hari semakin bertambah. Berjatuhan korban ini. Jadi lucu nanti [kalau sekolah dibuka]," ujarnya melalui sambungan telepon, Jumat (15/5).
Sementara, setidaknya ada 34 murid per kelas di sekolahnya. Hal tersebut dianggapnya tak memungkinkan untuk menerapkan jaga jarak atau physical distancing.
Ia menilai jaga jarak baru mungkin dilakukan jika diterapkan pembagian gelombang jadwal masuk bagi siswa. Jumlah siswa dalam satu kelas bisa dipangkas hingga setengah.
Namun begitu, ia menyatakan guru tak mungkin diminta mengajar dengan waktu dua kali lipat jika hal tersebut diterapkan. Artinya, harus ada modifikasi materi pembelajaran yang diberikan setiap hari.
Terpisah, Eka, guru SMKN 1 Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, menilai pemerintah mesti tegas memastikan penerapan protokol kesehatan dan kebijakan terkait jika sekolah dibuka kembali.
Hal ini diungkap berkaca pada implementasi pemakaian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membayar kuota siswa dan guru. Eka mengatakan hal ini tak maksimal dilakukan di lapangan.
"Syukur kalau kepala sekolah punya keinginan atau memberi kebijakan sesuai dengan instruksi. Tapi fakta di lapangan itu tidak terjadi," tuturnya.
Pengawasan, kata Eka, juga perlu dilakukan terkait penerapan jaga jarak. Karena menurutnya interaksi fisik selama kegiatan sekolah bakal tetap lolos jika tidak ada pengawasan yang ketat.
Dia juga menilai pembagian gelombang belajar tanpa penyesuaian materi pembelajaran akan sulit dilakukan di sekolahnya yang memiliki lebih dari 200 siswa dengan 65 guru PNS dan honorer.
Masalah Ponsel
Kendati demikian, Eka berharap sekolah bisa dibuka dalam waktu dekat karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak efektif dilakukan di lingkungannya.
Ia menyatakan hampir 99 persen siswa di sekolahnya datang dari keluarga dengan ekonomi tingkat bawah yang tak punya fasilitas pendukung PJJ seperti ponsel dan jaringan internet.
Dari 30 siswa dalam satu kelas, paling tidak hanya enam orang yang bisa dihubungi melalui Whatsapp. Itu pun terkendala jaringan karena banyak yang masih tinggal di pelosok desa.
Terkait rencana pembukaan sekolah pada Juli, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid menyatakan pihaknya masih membahas teknisnya. Termasuk, dalam hal transportasi.
"Syarat dan prosedur pembukaan sekolah sedang disiapkan. Yang jelas protokol kesehatan bidang pendidikan menjadi acuan utama," ujarnya
Ia pun menekankan pembukaan sekolah pada Juli ini tidak dilakukan serempak di seluruh daerah di Indonesia.
"Pembukaan sekolah bulan Juli hanya bagi daerah yang sudah dinyatakan aman dari pandemi Covid-19," tambahnya.
Pemerintah sendiri belum menyatakan rincian daerah yang bakal memulai pembukaan sekolah. Namun Kemendikbud memastikan daerah tersebut harus dinyatakan aman oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
PJJ sendiri diberlakukan di sebagian besar daerah selama pandemi Covid-19. Sejumlah daerah mengeluhkan hambatan PJJ berupa faktor akses internet, listrik, ponsel, hingga paket data.
sumber : cnnindonesia
0 Response to "Para Guru Khawatir Sekolah Juli Dibuka, Guru Nilai Belum Aman dan Usul Sistem Sif"
Post a Comment