Mas Menteri Nadiem, Kurikulum Darurat Bikin Bingung Guru hingga Dewan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. (Rachman Haryanto/detikcom) |
Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarimmenerbitkan Kurikulum Darurat di masa pandemi virus Corona (COVID-19). Namun ternyata, kurikulum anyar itu mengundang kebingungan bagi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Komisi X DPR.
Awalnya, Kurikulum Daruarat itu diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Kepmen yang diteken Nadiem Makarim pada 4 Agustus 2020 tersebut bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.
Sekolah tidak harus menerapkan kurikulum darurat ini melainkan punya 3 opsi, yaitu:
1. Tetap mengacu pada Kurikulum Nasional;
2. Menggunakan kurikulum darurat; dan
3. Melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
"Semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus dapat memilih dari tiga opsi kurikulum tersebut," kata Nadiem Makarim dalam keterangan tertulis di situs Kemdikbud.
Atas keputusan pria yang akrab disapa 'Mas Menteri' itu, Ketua PB PGRI Unifah Rosyidi dan Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda angkat suara. Keduanya berpendapat 3 opsi yang ditawarkan Nadiem membingungkan.
Berikut ini ungkapan kebingungan pihak PGRI dan Komisi x DPR:
PGRI: Kenapa Sih Guru Harus Memilih?
PGRI berpendapat aturan 3 opsi terkait kurikulum darurat itu justru mempersulit guru dan sekolah.
L
"Pertama apresiasi atas kurikulum ini, hanya catatannya kenapa sih guru sekolah harus memilih? Karena nanti kan masyarakat menginginkan ada kurikulum darurat, ada kurikulum masa pandemi yang lebih sederhana, kurikulum standar minimum yang bisa dicapai, nanti guru kepala sekolah diberi keluasan untuk menambah, tapi kalau 3 itu membuat guru jadi bingung," kata Ketua PB PGRI, Unifah Rosyidi, saat dihubungi, Senin (10/8/2020).
Unifah beralasan ketiga opsi itu justru akan mempersulit guru karena keinginan guru, sekolah, dan orang tua murid biasanya berbeda-beda.
Menurut dia, guru, sekolah, dan orang tua seharusnya diberi standar minimum kurikulum di era COVID-19.
"Kalau antara aspirasi ortu, aspirasi dinas, misal dari sekolah kan beda beda inginnya, mungkin yang akan sangat baik, jadi kalau kebijakan itu ini loh standar minimum di era susah, era COVID, sekolah diberi kewenangan memperluas menambah sesuai dengan kondisi dan di sekitar yang kontekstual, sesuai capaian kurikulum yang lebih tinggi," ujar Unifah.
Unifah mengungkapkan yang terjadi saat ini adalah orang tua murid diperbolehkan memilih untuk masuk sekolah atau belajar dari rumah. Dengan begitu, gurulah yang akan dipersulit.
"Nah kalau disuruh memilih sama seperti sekarang, guru, anak anak boleh masuk sekolah, boleh nih kecuali ada izin ortu, nah ini sekarang satu sekolah ada yang di rumah ada yang di sekolah, gimana guru nggak ajar 24 jam? Kan menyulitkan, jadi yang namanya policy itu batas minimum yang mungkin semua orang bisa akses kelebihan dan kekurangannya yang menyesuaikan kondisi masing-masing," papar Unifah.
DPR: Tidak Match dengan Tipologi dan Karakter Masyarakat
Kebingungan juga dirasakan oleh pihak Komisi X DPR atas Kurikulum Darurat yang diterbitkan Nadiem.
"Memang kalau mau didebatkan soal terlalu banyak opsi itu memang iya sebenarnya, yang akhirnya bisa membingungkan di bawah itu," kata Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, saat dihubungi, Senin (10/8/2020).
"Harus jujur diakui memang ada karakter dan tipologi jangan diberi banyak opsi semestinya sudah, kalau mau buat highlight yang besar, guidance besar ya sudah itu saja, jadi memang banyak opsi ini sebenarnya tidak apa ya, relatif tidak match dengan tipologi dan karakter masyarakat Indonesia," lanjut politikus PKB ini.
Syaiful memahami bahwa tiga opsi ini dibuat karena kondisi setiap daerah berbeda.
Namun, Syaiful berpendapat kurikulum darurat ini sebaiknya diterapkan secara serentak di seluruh kabupaten dan kota.
"Lebih baik didaruratkan semua aja, opsi terbaik didaruratkan semua, kita hargai semangat Kemendikbud untuk misalnya kan mereka bilang salah satunya karena kebutuhan kota berbeda-beda ya, saya kira pada konteks itu bisa dipahami kelonggaran opsi," ujar Syaiful.
Namun, Syaiful menyebut, jika opsi itu terpaksa dilakukan, sebaiknya Kemendikbud langsung bergerak untuk mensosialisasikan hal ini kepada dinas-dinas yang ada di kabupaten dan kota. Dengan demikian, dinas bisa langsung menentukan yang terbaik untuk wilayahnya.
"Luncuran kurikulum darurat ini bisa langsung dikoordinasikan oleh dinas pendidikan kabupaten kota terkait dan lalu dinas-dinas mengkoordinasikan kepada seluruh sekolah dan mengambil opsi terbaik yang sesuai daerahnya. Itu lebih rasional, karena kalau tidak dikoordinasikan kembali itu pasti rumit lagi praktiknya di lapangan, sekolah akan alami kerumitan, semakin banyak. Semakin banyak opsi kan semakin rumit," ujarnya.
Seperti diketahui, Nadiem Makarim telah menerbitkan kurikulum darurat yang dapat diterapkan saat pandemi Corona. Sekolah pun memiliki 3 opsi terkait kurikulum darurat saat pandemi Corona ini.
Penerbitan kurikulum darurat Corona ini berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Kepmen itu diteken Nadiem Makarim pada 4 Agustus 2020.
Nadiem menyatakan kurikulum darurat ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Sekolah tidak harus menerapkan kurikulum darurat ini melainkan punya 3 opsi, yaitu:
1. Tetap mengacu pada Kurikulum Nasional;
2. Menggunakan kurikulum darurat; dan
3. Melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
"Semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus dapat memilih dari tiga opsi kurikulum tersebut," kata Nadiem Makarim dalam keterangan tertulis di situs Kemdikbud.
sumber : detik.com
0 Response to "Mas Menteri Nadiem, Kurikulum Darurat Bikin Bingung Guru hingga Dewan"
Post a Comment