|
Foto: Korea Selatan membuka kembali kegiatan belajar ditengah pandemi COVID-19. AP/Kim Jun-beom |
Jakarta- Data menunjukkan bahwa virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) lebih mematikan bagi warga lanjut usia. Namun bagi anak muda, dampak virus yang bermula dari Kot Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini juga luar biasa.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien positif corona per 23 Mei 2020 adalah 21.745 orang. Dari jumlah tersebut, 1.351 orang meningga dunia (rasio kematian/mortality rate 6,2%).
Berdasarkan kelompok usia, pasien terbanyak berumur 31-45 tahun (29,2%). Namun dari jumlah pasien yang tutup usia, paling banyak ada di kelompok umur lebih dari atau sama dengan 60 tahun (43,5%).
Begitu pula dengan di negara lain. Di China, misalnya, tingkat kematian akibat virus corona paling tinggi terjadi di kelompok usia di atas 80 tahun (14,8%), disusul oleh kelompok usia 70-79 tahun (8%).
Namun, anak muda tetap menjadi korban pandemi virus corona. Tidak melulu soal kehilangan nyawa, anak muda berisiko kehilangan mengenyam pendidikan yang layak.
Demi mencegah penyebaran virus corona, berbagai negara memberlakukan pembatasan sosial (social distancing). Segala bentuk kegiatan yang berpotensi menciptakan kumpulan manusia dalam jumlah banyak (apalagi di ruangan tertutup) dilarang.
Salah satunya adalah aktivitas belajar-mengajar di sekolah. Sudah berbulan-bulan siswa harus belajar mandiri di rumah karena sekolah diliburkan.
Meski perkembangan teknologi membuat siswa tetap bisa belajar dari jarak jauh, tetapi menjadi sulit diberlakukan bagi anak-anak usia dini atau anak berkebutuhan khusus. Bagi mereka (dan banyak siswa lainnya), belajar di ruang kelas dengan panduan bapak-ibu guru adalah yang terbaik.
"Memang kita harus jujur dan pragmatis, belajar di rumah jelas punya dampak negatif ke pembelajaran. Bukan hanya di Indonesia, tapi seluruh negara. Tapi kami yakin, keluar dari krisis ini ada hikmah dan pembelajaran, dan keluar dari mindset atau pola pikir yang baru, yang akan jadi katalis di revelousi pendidikan," jelas Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejauh ini Nadiem belum bisa memastikan kapan anak-anak bisa kembali masuk sekolah. Namun kajian Kemenko Perekonomian mengungkapkan bahwa kegiatan pendidikan sudah bisa bergulir kembali pada 15 Juni, dengan sistem bergilir sesuai jumlah kelas.
Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk kesejahteraan anak (UNICEF) sudah mengeluarkan panduan bagi negara yang ingin membuka kembali kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Panduan tersebut terdiri dari tiga tahap yaitu sebelum pembukaan, memasuki proses pembukaan, dan ketika pembukaan sudah dilakukan.
Pada masa pra-pembukaan, berikut hal-hal yang harus disiapkan:
1. Menyusun panduan yang jelas mengenai indikator pembukaan sekolah. Pembukaan bisa dimulai dari daerah dengan risiko paling rendah. Pembukaan juga bisa dilakukan secara bertahap, dari mulai pembatasan hari masuk sekolah atau tingkat-tingkat tertentu terlebih dulu.
2. Menyusun panduan yang jelas mengenai penegakan social distancing di sekolah.
3. Menyusun panduan yang jelas mengenai protokol kesehatan dan kebersihan yang tetap harus dijaga di sekolah.
4. Merevisi porsi kehadiran dalam penentuan nilai pelajaran.
5. Perlindungan terhadap staf pengajar yang berisiko tinggi karena faktor usia dan kondisi kesehatan, serta menyusun rencana untuk menggantikan guru yang belum bisa mengajar.
6. Menyusun kebutuhan pendanaan untuk peningkatan kualitas kebersihan sekolah.
7. Membangun fasilitas tanggap darurat seperti shelter, unit kesehatan, lokasi karantina, dan sebagainya.
8. Menyediakan pelatihan bagi guru untuk mendukung proses belajar dari jarak jauh.
9. Menyusun perubahan kalender akademik yang memasukkan berbagai skenario di bidang kesehatan.
10. Memastikan pembayaran gaji para guru tetap utuh dan mampu menopang hidup layak.
11. Memberi bantuan dana kepada sekolah yang terdampak pandemi virus corona.
12. Anak-anak dari kelompok termajinalkan layak mendapatkan mendapatkan prioritas akses pendidikan.
Sementara ketika memasuki proses pembukaan kembali, panduan yang ditekankan oleh UNICEF adalah:
1. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dari sekolah kepada siswa, orang tua murid, dan masyarakat.
2. Meningkatkan pasokan air bersih ke sekolah, termasuk peningkatan kualitas sanitasi.
3. Memberi pelatihan kepada guru dan staf sekolah untuk menegakkan social distancing dan praktik hidup bersih.
4. Menyusun prosedur apabila siswa, guru, atau staf sekolah merasa kurang sehat dengan meningkatkan koordinasi dengan otoritas kesehatan setempat.
5. Merevisi biaya sekolah.
6. Melengkapi pengetahuan guru untuk membimbing siswa dalam aspek kesehatan mental dan psikososial.
7. Menerapkan pembelajaran skala besar untuk meningkatkan tingkat literasi anak-anak usia dini dan anak-anak berkebutuhan khusus.
8. Menyusun asesmen risiko untuk guru yang dengan kondisi tertentu (lanjut usia atau memiliki kondisi medis).
9. Memberi keringanan biaya sekolah jika dimungkinkan.
10. Menyusun langkah spesifik untuk mendukung siswa perempuan.
Kemudian ketika sekolah sudah dibuka lagi, UNICEF memberi panduan sebagai berikut:
1. Menyusun model pembuatan keputusan kapan sekolah bisa ditutup dan dibuka kembali.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pembersihan sekolah.
3. Meningkatkan penggunaan pembersih tangan dan masker kain.
4. Meningkatkan investasi di bidang pembelajaran jarak jauh untuk mempersiapkan diri jika nantinya sekolah perlu ditutup kembali.
5. Mempertimbangkan untuk menunda ujian dan jika memungkinkan seluruh siswa boleh naik kelas.
6. Mengembangkan metode pembelajaran inovatif misalnya metode belajar online.
7. Menginformasikan segala hal mengenai pandemi virus corona kepada siswa secara jelas, akurat, dan mudah dipahami. Hindari siswa dari ketakutan yang berlebihan.
8. Prioritaskan dukungan kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus.
9. Pastikan materi pembelajaran dapat diakses oleh siswa dengan keterbatasan.
sumber : cnbcindonesia
0 Response to "Mau Buka Sekolah Lagi, Mas Nadiem? Ini Syarat dari UNICEF"
Post a Comment