Si 'Pengais Receh' Jalanan



    
    Sebagaimana kita ketahui, bahwa setiap harinya anak-anak jalanan berpencar di sepanjang jalanan kota dengan beragam aksinya. Tentu hal yang dilakukannya memang bukan tindakan kejahatan yang merugikan, mereka hanya menyinggahi dari angkutan kota satu, ke angkutan lainnya dengan  hanya bermodalkan suara nya yang parau, tenaga, dan alat andalannya yaitu gitar kecil atau bilah kayu dengan ornamen tutup minuman ringan. Namun tetap ada saja orang atau sebagian dari kita yang merasa risih dan kadang kala menganggap mereka dengan sebelah mata.

    Istilah “Anak Jalanan” memang identik dengan segala hal negatif nya jika dilihat secara fisik dan kasat mata. Di samping ada yang mau memberikan uang receh yang sekedarnya, mungkin sempat terbesit di pikiran kita  bahwa“Apa sih yang mereka lakukan selain mengemis? Bukankah mengemis hanya akan mendidik mereka menjadi pemalas?, kemana orang tua nya? Apa mereka sengaja menelantarkan atau bahkan menyuruh anak nya untuk turun ke pinggiran jalan kota untuk mengais rezeki dan mencari uang untuk sesuap nasi?”

Ya, ketika dihadapkan dengan mereka yang datang silih berganti dari kendaraan umum (angkot ) satu ke angkot lainnya, pikiran kita mulai menjalar dan menerka-nerka, dari sisi baik yang secara spontanitas pasti akan lebih tergerak hati nurani nya untuk sedikit memberi sebagian rezeki kita kepada mereka yang kurang beruntung nasibnya, akan tetapi ketika logika berjalan, mungkin akan muncul hal negatif  yang memperkirakan tentang mereka,  yang padahal mereka tak pernah berkeluh lelah, tak bosan-bosannya mengamen dengan menyanyikan lagu yang sebenarnya tak pernah memperdulikan  intonasi atau keharmonisan nada. Ya, sesungguhnya mereka hanya ingin menyuarakan kelaparannya kepada kita, suara yang hanya akan sia-sia bila mereka suarakan kepada para penguasa negeri ini. Mereka mencoba mengetuk hati kita tentang keterbatasannya mereka yang tak seberuntung kita.

Terlepas dari banyak atau sedikitnya hasil yang didapat, mereka tetap tidak lelah menekuni lika-liku kehidupan yang mengharuskannya untuk lebih seribu kali melangkah dan berjalan dalam mencari nafkah, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Berapa peluh dan lelah yang terhitung?  Sesungguhnya mereka tidak pernah terbayangkan tentang “kemana nasib masa depan mereka yang seharusnya?, dimana keadilan negara? Dimana para penguasa itu yang katanya ribut bersuarakan Demokrasi?” 

     Mereka pun sebenarnya  punya harapan, punya impian, dan ingin hidup lebih maju seperti kita yang dapat menikmati perkembangan dan pembangunan negara yang ada. Tapi bagaimana cara mereka bergerak untuk menyamai kita? Mereka mungkin hanya dapat berangan sambil menggerakkan langkah kecilnya setiap menit dan detik yang mereka manfaatkan demi kelangsungan hidup keluarga nya di rumah. 

      Namun kepahitan mulai berbicara, Anak jalanan tak punya arti mimpi. Baginya hari ini makan pun sudah bersyukur Alhamdulillah. Padahal kita tak tahu, mungkin sebagian dari mereka masih menunggu jalannya Tuhan, bagi mereka yang percaya suatu asa dan keinginan. Tak semua anak jalanan menerima keterbatasannya dan menjalani apa adanya, mungkin di antara mereka yang banyak bertebaran di jalan, terdapat satu dua anak yang masih berkutat dengan mimpinya, dimana memiliki keinginan untuk dapat membahagiakan orang tuanya, ingin juga menjadi cerdas, berpendidikan tinggi, dan meraih prestasi seperti anak-anak di usianya. Mereka juga kesepian, mereka butuh hiburan, pergaulan yang lebih baik,  dan  bersosialisasi dengan manusia-manusia yang dapat membawanya menuju jalan terbaik di depan sana.

    Tapi apa mau dikata, tak ada kesesuaian pembangunan kehidupan bagi si rakyat kecil, tingkat ekonomi yang rendah menjadi faktor pendidikan yang rendah, memaksa mereka untuk akhirnya melakukan perjuangan yang mempertaruhkan keselamatan, harga diri, dan hak-hak hidup mereka yang nyaris terbuang sebagai seorang anak yang sebagaimana baiknya.

Lalu bagaimana seharusnya? Siapa yang ingin disalahkan? Orangtuanyakah? Atau Pemerintah? Atau kita yang tak dapat sedikit perduli dan menjulurkan tangan-tangan iba berhati malaikat, yang kadang masih mempertimbangkan baik buruknya dalam memberi. Masih ragu, menerka-nerka tentang apa yang sebenarnya mereka sembunyikan dibalik tubuh kurusnya dan kelusuhannya?

Kehidupan pun membungkam, menunjuk setengah bersembunyi  kepada pemerintah! Yang katanya menyebutkan bahwa, ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Lantas realitanya?

Hanya hati nurani yang sanggup berbicara dan berbuat benar. Manfaatkanlah mereka dengan upaya kau menjemput kebaikan untukmu, dan mereka untuk membantunya sedikit lebih baik, walau tak berpengaruh besar. Namun penulis pun masih belum bisa berbuat sesempurna itu.

0 Response to "Si 'Pengais Receh' Jalanan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel