Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

1.    Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis.
1.1      Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.

1.2              Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
a.    Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelijensi siswa, baik yang positif seperti superiormaupun yang negatif seperti borderline, lajimnya menimbulkan kesuksesan belajar siswa yang bersangkutan. Disatu sisi siswa yang sangat cerdas akan merasa tidak mendapat perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatny dia enjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan keinginanya merasa dibendung secara tidak adil. Disisi lain, siswa yang bodoh akan merasa payah mengikuti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut:
1)      Kelompok kecerdasan amat superior yaitu antara IQ 140–169
2)      Kelompok kecerdasan superior yaitu antara IQ 120 – 139
3)      Kelompok rata-rata tinggi (high average) yaitu antara IQ 110 – 119
4)      Kelompok rata-rata (average) yaitu antara IQ 90 – 109
5)      Kelompok rata-rata rendah (low average) yaitu antara IQ 80 – 89
6)      Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70 – 79
7)      Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20 - 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, dan idiot.
b.    Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalal diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan (kebutuhan).
Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen, dalam Hayinah (1992)yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:
1)      Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas
2)      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju
3)       Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.
4)      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna baginya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
c.   Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni : (1) Menerima kesan, (II) Menyimpan kesan, dan (III) Memproduksi kesan
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa.
Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi siswa, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada G (gudeg), D (dan), A (ayam), B (bebek) dan sebagainya.
d.   Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang dan dari situlah diperoleh kepuasan.
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain:
      1)      Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
2)      Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
e.   Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif .
Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut.
f.   Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu bidang atau kemampuan tertentu.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
g.   Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit.
h.   Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
j.    Cita-cita Siswa
Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
B.  Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
1.      Lingkungan sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
a.       Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b.      Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.       Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2.      Lingkungan non sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a.       Lingkungan alamiah
Adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal.
b.      Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.

c.       Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
A.    Kebiasaan Belajar
Kebiasaan belajar terbagi menjadi dua, yaitu Gaya Belajar dan Kebiasaan berpikir.
1.      Gaya Belajar
Gaya belajar dapat didefinisikan sebagai cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang optimal dibandingkan dengan cara yang lain. Setiap orang memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting. Bagi guru dengan mengetahui gaya belajar tiap siswa maka guru dapat menerapkan tekhnik dan strategi yang tepat baik dalam pembelajaran maupun dalam pengembangan diri. Hanya dengan penerapan yang sesuai maka tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Seorang siswa juga harus memahami jenis gaya belajarnya. Dengan demikian, ia telah memiliki kemampuan mengenal diri yang lebih baik dan mengetahui kebutuhannya. Pengenalan gaya belajar akan memberikan pelayanan yang tepat terhadap apa dan bagaimana sebaiknya disediakan dan dilakukan agar pembelajaran dapat berlangsung optimal. 

Secara realita jenis gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari beberapa gaya belajar. Di sini kita mengenal ada tiga gaya belajar, yaitu: gaya belajar visual, auditori, dan kinetetik. Masing-masing gaya belajar terbagi dua, yaitu: yang bersifat eksternal (tergantung media luar sebagai sumber informasi) dan yang bersifat internal (tergantung pada kemampuan kita bagaimana mengelola pikiran dan imajinasi) (Didang, 2006). 

Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran (Slamento,2003).

Fleming dan Mills (1992) dalam Slamento (2003) mengajukan kategori gaya belajar (Learning Style) VARK ( Visual, Auditory, Read-write, Kinestetic) tersebut sebagai berikut :
1.      Visual (V)
Kecenderungan ini mencakup menggambarkan informasi dalam bentuk peta, diagram, garfik, flow chart dan symbol visual seperti panah, lingkaran, hirarki dan materi lain yang digunakan instruktur untuk mempresentasikan hal-hal yang dapat disampaikan dalam kata-kata. Hal ini mencakup juga desain, pola, bentuk dan format lain yang digunkan untuk menandai dan menyampaikan informasi. Beberapa karakteristik Visual Learner adalah :
1)      Senantiasa melihat bibir guru yang sedang mengajar
2)      Menyukai instruksi tertulis, foto dan ilustras untuk dilihat
3)      Saat petunjuk untuk melakukan sesuatu diberikan biasanya kan melihat teman-teman lainnya baru dia sendiri bertindak
4)      Cenderung menggunakan gerakan tubuh untuk mengekspresikan atau mengganti sebuah kata saat mengungkapkan sesuatu
5)      Kurang menyukai berbicara di depan kelompok dan kurang menyukai untuk mendengarkan orang lain
6)      Biasanya tidak dapat mengingat informasi yang diberikan secara lisan
7)      Menyukai diagram, kalender maupun grafik time-line untuk mengingat bagian peristiwa
8)      Selalu mengamati seluruh elemen fisik dari lingkungan belajar
9)      Lebih menyukai peragaan daripada penjelasan lisan
10)  Biasanya tipe ini dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut atau ramai tanpa merasa terganggu
11)  Mengorganisir materi belajarnya dengan hati-hati
12)  Berusaha mengingat dan memahami menggunakan diagram, table dan peta
13)  Mempelajari materi dengan membaca catatan dan membuat ringkasan
2.      Aural atau Auditory Learning (A)
    Modalitas ini menggambarkan preferensi terhadap informasi yang didengar atau diucapkan. Siswa dengan modalitas ini belajar secara maksimal dari ceramah, tutorial, tape diskusi kelompok, bicara dan membicarakan materi. Hal ini mencangkup berbicara dengan suara keras atau bicara kepada diri sendiri. Beberapa karakteristik Auditory Learner antara lain :
1)      Mampu mengingat dengan baik apa yang mereka katakana maupun yang orang lain sampaikan
2)      Mengingat dengan baik dengan jalan selalu mengucapkan dengan nada keras dan mengulang-ulang kalimat
3)      Sangat menyukai diskusi kelompok
4)      Menyukai diskusi yang lebih lama terutama untuk hal-hal yang kurang mereka pahami
5)      Mampu menginngat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas
6)      Mengenal banyak sekali lagu atau iklan TV dan bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplit
7)      Suka berbicara
8)      Kurang suka tugas membaca (dan pada umumnya bukanlah pembaca yang baik)
9)      Kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
10)  Kurang dalam mengerjakan tugas mengarang atau menulis
11)  Kurang memperhatikan hal-hal baru dalam lingkungan sekitarnya seperti : hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman yang baru dsb.
12)  Sukar bekerja dengan tenang tanpa menimbulkan suara
13)  Mudah terganggu konsentrasi karena suara dan juga susah berkonsentrasi bila tidak ada suara sama sekali
3.      Read – Write
a.       Media/bahan yang cocok:
Kamus, Handout, Buku teks, Catatan, Daftar, Essay dan Membaca buku manual
b.      Strategi belajar:
• Tuliskan kata-kata secara berulang-ulang
• Baca catatan Anda (dengan sunyi) secara berkali-kali
• Tulis kembali ide atau informasi dengan kalimat yang berbeda
• Terjemahkan semua diagram, gambar, dan sebagainya ke dalam kata-kata
1.       Karatestetic atau Tactile Learner (K)
         Berdasarkan definisi, modalitas ini mengarah pada pengalaman dan latihan (simulasi atau nyata, meskipun pengalaman tersebut melibatkan modalitas lain. Hal ini mencakup demonstrasi, simulasi, video dan film dari pelajaran yang sesuai aslinya, sama halnya dengan studi kasus, latihan dan aplikasi. Beberapa karakteristiknya adalah :
1)      Suka menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya
2)      Sulit untuk berdiam diri
3)      Suka mengerjakan segala sesuatu dengan menggunakan tangan
4)      Biasanya memiliki koordinasi tubuh yang baik
5)      Suka menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu belajar
6)      Mempelajari hal-hal yang abstrak (symbol matematika, peta dsb)
7)      Mengingat secara baik bila secara fisik terlibat aktif dalam proses pembelajaran
8)      Menikmati kesempatan untuk menyusun atau menangani secara fisik materi pembelajaran
9)      Sering berusaha membuat catatan hanya untuk menyibukkan diri tanpa memanfaatkan hasil catatan tersebut
10)  Menyukai penggunaan computer
11)  Mengungkapkan minat dan ketertarikan terhadap sesuatu secara fisik dengan bekerja secara antusias
12)  Sulit apabila diminta untik berdiam diri atau berada disuatu tempat untuk beberapa lama tanpa aktifitas fisik
13)  Sering bermain-main dengan benda disekitarnya sambil mendengarkan atau mengerjakan sesuatu
2.      Kebiasaan Berpikir
Secara etimologis, “kebiasaan” berasal dari kata “biasa”, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiasaan adalah :
1)      sesuatu yang biasa dikerjakan dan sebagainya,
2)      pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. 

Konsep di atas sejalan dengan pendapat Djaali bahwa melakukan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar. Berbagai konsep tentang kebiasaan atau habit di atas menunjukkan bahwa suatu kegiatan yang telah menjadi kebiasaan akan dengan mudah untuk diulanginya lagi, karena tidak memerlukan suatu konsentrasi atau aktivitas kognitif yang sukar. 

Hasil kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku yang relatif permanen dan otomatis. Perubahan tersebut dapat berupa kebiasaan. Kebiasan merupakan salah satu manifestasi dari proses belajar. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebiasaan itu terjadi karena pembiasaan selama proses belajar, meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Salah satu kebiasaan positif untuk dikembangkan adalah kebiasaan berpikir atau habit of mind. Banyak definisi yang diberikan oleh para pakar psikologi tentang berpikir. Belum ada defenisi yang final tentang berpikir atau mind. Namun beberapa pendapat dari pakar dapat dijadikan referensi tentang konsep berpikir itu sendiri. Berikut beberapa defenisi tentang berpikir.

Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa berpikir adalah proses kognitif untuk memperoleh suatu ide, gagasan, atau opini guna mencapai tujuan tertentu berdasarkan berbagai pertimbangan baik aspek fisik maupun non fisik. Proses tersebut terjadi di dalam otak manusia. Aktivitas berpikir ini akan terus mengembangkan pola kerja otak yang lebih baik dan lebih efektif melalui pengingkaran atau penghilangan aspek-aspek yang menghambat atau merintangi pencapai tujuan. Proses ini bermuara pada perkembangan ide dan konsep. 

Costa dan Kallick mengidentifikasi bahwa terdapat 16 gambaran kebiasaan berpikir (habit of mind) yakni; (1) persisting, (2) managing impulsivity, (3) Listening with Understanding and Empathy, (4) Thinking Flexibly, (5) thinking about thinking, (6) Striving for Accuracy, (7) Questioning and Posing Problems, (8) applied past knowledge to new situation, (9) Thinking and Communicating with Clarity and Precision, (10) Gathering Data Through All Senses,(11) Creating, imagining,and innovating, (12) Responding with Wonderment and Awe, (13) Taking Responsible Risks, (14) finding humor, (15) Thinking Interdependently, (16) Remaining Open to Continuous Learning. 

Keenambelas ciri kebiasaan berpikir yang diidentifikasi oleh Costa dan Kallick disintesis oleh Marzano, et. al. menjadi tiga ciri yakni (1) self regulation, (2) critical thinking, dan (3) creative thinking. Lebih lanjut dikatakan bahwa standar dari ketiga area tersebut adalah, regulasi diri meliputi; kesadaran akan pikiran sendiri, membuat rencana secara efektif, menyadari dan menggunakan sumber daya yang diperlukan, sensitif terhadap umpan balik, dan mengevaluasi efektivitas setiap tindakan. Berpikir kritis mencakup; akurat dan selalu mencari ketepatan, jelas dan mecari kejelasan sesuatu, memiliki pikiran yang terbuka, mengendalikan kata hari, mengambil suatu peran atau posisi ketika situasi tertentu menuntutnya untuk turut serta, serta peka terhadap perasaan dan tingkat pengetahuan orang lain. Sedangkan berpikir kreatif ditunjukan oleh secara intensif melakukan tugas meskipun jawaban atau solusi atas sesuatu tidak serta merta nampak, mendorong batas pengetahuan dan kemampuan, menghasilkan, mempercayai dan menjaga standar evaluasi, dan menghasilan cara baru dalam memandang situasi baru di luar batas standar yang telah disepakati. 

C.   Konsep Diri

Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.

Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.

Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.

Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).


0 Response to "Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel