Menyelami Rahasia “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in”
Adapun ist’ianah (memohon pertolongan) menghimpun dua hal; tsiqah (percaya) pada Allah, dan bersandar kepadaNya.
Bisa jadi seseorang mempercayai kawannya, namun tidak menyandarkan urusan kepadanya, karena merasa sudah cukup dan tidak butuh pada kawannya. Dapat juga terjadi sebaliknya, seseorang menyandarkan urusan pada kawannya, namun hakikatnya tidak percaya padanya, akibat kebutuhan dan keterdesakan ia pun tak miliki pilihan. Isti’anah juga diungkapkan dengan bahasa lain, yaitu tawakkal…..
Bisa jadi seseorang mempercayai kawannya, namun tidak menyandarkan urusan kepadanya, karena merasa sudah cukup dan tidak butuh pada kawannya. Dapat juga terjadi sebaliknya, seseorang menyandarkan urusan pada kawannya, namun hakikatnya tidak percaya padanya, akibat kebutuhan dan keterdesakan ia pun tak miliki pilihan. Isti’anah juga diungkapkan dengan bahasa lain, yaitu tawakkal…..
Dua kata ini “ibadah” dan “isti’anah“, adalah poros dari segala hal. Keduanya adalah rahasia dari penciptaan dan perintah, hikmah dari diturunkannya kitab-kitab dan ditetapkannya syariat, diaturnya pahala dan dosa. Keduanya adalah sentral dari ‘ubudiyah (penghambaan) dan Tauhid (pengesaan).
Konon dikatakan, Allah telah menurunkan sejumlah 104 buah kitab, semua maknanya dihimpun dalam Taurat, Injil, dan AlQur’an. Kemudian semua makna ketiga kitab ini dirangkum dalam AlQur’an, lalu seluruh makna AlQur’an diringkas dalam AlMufasshal (Surat dengan ayat-ayat pendek), kemudian makna keseluruhan Al-Mufasshal dipadatkan dalam Al-Fatihah, dan keseluruhan makna Al-Fatihah disimpulkan dalam إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Dua kalimat inilah yang membagi dua antara Rabb dengan hambaNya; “IyyaKa Na’budu” adalah untukNya, dan “iyyaKa nasta’in” adalah untuk hambaNya.
Ibadah menghimpun dua pokok penting; puncak cinta disertai puncak ketundukan. Jika engkau mencintai seseorang dan tidak tunduk padanya, kau bukanlah penghambanya, dan jika engkau tunduk padanya, kau takkan menjadi penghambanya hingga kau mencintainya.
Adapun ist’ianah (memohon pertolongan) menghimpun dua hal; tsiqah (percaya) pada Allah, dan bersandar kepadaNya. Bisa jadi seseorang mempercayai kawannya, namun tidak menyandarkan urusan kepadanya, karena merasa sudah cukup dan tidak butuh pada kawannya. Dapat juga terjadi sebaliknya, seseorang menyandarkan urusan pada kawannya, namun hakikatnya tidak percaya padanya, akibat kebutuhan dan keterdesakan ia pun tak miliki pilihan. Isti’anah juga diungkapkan dengan bahasa lain, yaitu tawakkal.
Al-Qur’an dalam beberapa tempat menyebut tawakkal dan ibadah secara beriringan dalam berbagai konteks;
إياك نعبد وإياك نستعين adalah penyebutan yang pertama.
Yang kedua; tatkala Allah berfirman melalui lisan Syua’ib;
{وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ} [هود: 88]
Tidaklah aku mendapat petunjuk kecuali dari Allah, kepadaNya aku berserah meminta pertolongan(tawakkal) dan kepadaNya aku berpulang (Hud 88)
Konon dikatakan, Allah telah menurunkan sejumlah 104 buah kitab, semua maknanya dihimpun dalam Taurat, Injil, dan AlQur’an. Kemudian semua makna ketiga kitab ini dirangkum dalam AlQur’an, lalu seluruh makna AlQur’an diringkas dalam AlMufasshal (Surat dengan ayat-ayat pendek), kemudian makna keseluruhan Al-Mufasshal dipadatkan dalam Al-Fatihah, dan keseluruhan makna Al-Fatihah disimpulkan dalam إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Dua kalimat inilah yang membagi dua antara Rabb dengan hambaNya; “IyyaKa Na’budu” adalah untukNya, dan “iyyaKa nasta’in” adalah untuk hambaNya.
Ibadah menghimpun dua pokok penting; puncak cinta disertai puncak ketundukan. Jika engkau mencintai seseorang dan tidak tunduk padanya, kau bukanlah penghambanya, dan jika engkau tunduk padanya, kau takkan menjadi penghambanya hingga kau mencintainya.
Adapun ist’ianah (memohon pertolongan) menghimpun dua hal; tsiqah (percaya) pada Allah, dan bersandar kepadaNya. Bisa jadi seseorang mempercayai kawannya, namun tidak menyandarkan urusan kepadanya, karena merasa sudah cukup dan tidak butuh pada kawannya. Dapat juga terjadi sebaliknya, seseorang menyandarkan urusan pada kawannya, namun hakikatnya tidak percaya padanya, akibat kebutuhan dan keterdesakan ia pun tak miliki pilihan. Isti’anah juga diungkapkan dengan bahasa lain, yaitu tawakkal.
Al-Qur’an dalam beberapa tempat menyebut tawakkal dan ibadah secara beriringan dalam berbagai konteks;
إياك نعبد وإياك نستعين adalah penyebutan yang pertama.
Yang kedua; tatkala Allah berfirman melalui lisan Syua’ib;
{وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ} [هود: 88]
Tidaklah aku mendapat petunjuk kecuali dari Allah, kepadaNya aku berserah meminta pertolongan(tawakkal) dan kepadaNya aku berpulang (Hud 88)
Yang ketiga; tatkala Allah berfirman
{وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ} [هود: 123]
Milik Allah-lah ke-ghaiban langit dan bumi, kepadaNya kembali segala urusan, maka sembahlah (ibadahilah) Dia dan tawakkal-lah padaNya (Hud 123)
Yang keempat, ketika Allah menceritakan perkataan orang beriman
{رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} [الممتحنة: 4]
Ya Tuhan Kami, kepada Engkau kami bertawakkal, dan kepadaMu kami berpulang (taubat), dan Engkaulah tempat kembali (Al-Mumtahanah 4)
Yang kelima, tatkala Allah perintahkan zikir dan tasbih
{وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا} [المزمل: 8]
Dan sebutlah nama Rabbmu, khusyu’lah kepadaNya dengan sebenar-benar. Dialah Rabb Penguasa timur dan barat, Tiada Tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia penolong/pelindungMu (Al-Muzzammil 8)
Inilah beberapa tempat dalam AlQur’an yang menghimpun dua simpul penting ini إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Mengapa ibadah العبادة didahulukan sebelum meminta pertolongan الاستعانة ?
karena penyebutan tujuan (ghayah) penting didahulukan sebelum sarana (wasilah). Karena ibadah adalah tujuan pokok dari penciptaan hamba, dan isti’anah adalah sarana yang mengantarkan menuju tujuan tersebut.
Ibadah diletakkan sebelum isti’anah, karena إياك نعبد terkait dengan uluhiyahNya (hak Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi), sedangkan إياك نستعين terkait dengan rububiyahNya (Dia satu-satuNya pencipta dan pengatur makhluk). Ini selaras dengan rangkaian awal surat Al-Fatihah ini yang mendahulukan lafaz namaNya; “Allah” sebelum penyebutan lafaz “Rabb”. إياك نعبد adalah bagian milikNya, sedangkan إياك نستعين adalah untuk hambaNya.
Ibadah secara mutlak mencakup isti’anah, namun tak selalu isti’anah mencakup ibadah. Setiap ‘abid(penghamba) yang sempurna sudah pasti peminta pertolonganNya, namun tidak setiap peminta pertolonganNya adalah ‘abid (penghambaNya) yang sempurna. Karena itulah ibadah (penghambaan) total selalu muncul dari seorang mukhlish (ikhlas/murni), sedangkan isti’anah boleh jadi muncul dari seorang mukhlish ataupun bukan mukhlish.
Ibadah adalah hakNya yang harus kita penuhi yang telah Dia wajibkan atas kita, sedangkan isti’anah adalah permintaan pertolongan untuk menegakkan ibadah. Ibadah juga merupakan bentuk syukur pada setiap karunia yang telah terlimpah. Jika kau masukkan dirimu dalam penghambaanNya, Dia akan menolongmu, semakin kau mengikat komitmen dalam penghambaan semakin terlimpah perlindungan dan pertolonganNya.
{وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ} [هود: 123]
Milik Allah-lah ke-ghaiban langit dan bumi, kepadaNya kembali segala urusan, maka sembahlah (ibadahilah) Dia dan tawakkal-lah padaNya (Hud 123)
Yang keempat, ketika Allah menceritakan perkataan orang beriman
{رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} [الممتحنة: 4]
Ya Tuhan Kami, kepada Engkau kami bertawakkal, dan kepadaMu kami berpulang (taubat), dan Engkaulah tempat kembali (Al-Mumtahanah 4)
Yang kelima, tatkala Allah perintahkan zikir dan tasbih
{وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا} [المزمل: 8]
Dan sebutlah nama Rabbmu, khusyu’lah kepadaNya dengan sebenar-benar. Dialah Rabb Penguasa timur dan barat, Tiada Tuhan selain Dia, maka jadikanlah Dia penolong/pelindungMu (Al-Muzzammil 8)
Inilah beberapa tempat dalam AlQur’an yang menghimpun dua simpul penting ini إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Mengapa ibadah العبادة didahulukan sebelum meminta pertolongan الاستعانة ?
karena penyebutan tujuan (ghayah) penting didahulukan sebelum sarana (wasilah). Karena ibadah adalah tujuan pokok dari penciptaan hamba, dan isti’anah adalah sarana yang mengantarkan menuju tujuan tersebut.
Ibadah diletakkan sebelum isti’anah, karena إياك نعبد terkait dengan uluhiyahNya (hak Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi), sedangkan إياك نستعين terkait dengan rububiyahNya (Dia satu-satuNya pencipta dan pengatur makhluk). Ini selaras dengan rangkaian awal surat Al-Fatihah ini yang mendahulukan lafaz namaNya; “Allah” sebelum penyebutan lafaz “Rabb”. إياك نعبد adalah bagian milikNya, sedangkan إياك نستعين adalah untuk hambaNya.
Ibadah secara mutlak mencakup isti’anah, namun tak selalu isti’anah mencakup ibadah. Setiap ‘abid(penghamba) yang sempurna sudah pasti peminta pertolonganNya, namun tidak setiap peminta pertolonganNya adalah ‘abid (penghambaNya) yang sempurna. Karena itulah ibadah (penghambaan) total selalu muncul dari seorang mukhlish (ikhlas/murni), sedangkan isti’anah boleh jadi muncul dari seorang mukhlish ataupun bukan mukhlish.
Ibadah adalah hakNya yang harus kita penuhi yang telah Dia wajibkan atas kita, sedangkan isti’anah adalah permintaan pertolongan untuk menegakkan ibadah. Ibadah juga merupakan bentuk syukur pada setiap karunia yang telah terlimpah. Jika kau masukkan dirimu dalam penghambaanNya, Dia akan menolongmu, semakin kau mengikat komitmen dalam penghambaan semakin terlimpah perlindungan dan pertolonganNya.
0 Response to "Menyelami Rahasia “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in”"
Post a Comment