Teuku Cut Ali Panglima Sagoe Trumon yang Ditakuti Belanda
Teuku Cut Ali Merupakan salah satu pahlawan dari Aceh Selatan, Beliau dilahirkan di desa Kuta Baro, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 1 Agustus 1867. Ayahnya bernama Teuku Cut Hajat, sedangkan Ibunya bernama Nyak Putroe. Teuku Cut Ali merupakan salah seorang keturunan Raja Trumon yang berpeluang menjadi raja.
Komplek makam Teuku Cut Ali di desa Suak Bakung Kandang, Kecamatan Kluet Selatan, Aceh Selatan |
Dalam buku Zentgraff tidak disebutkan secara detial tentang biografi Teuku Cut Ali dikarenakan yang bahwa tiada tahu kapan dan tanggal berapa Teuku Cut Ali lahir. Lantaran itu para penulis dari barat hanya menulis tentang strategi-stretagi perang yang dilakukan Teuk Cut Ali pasa masa itu.
Kakeknya bernama Teuku Cut Nya Dhien, Raja keenam yang pernah memimpin kerajaan Tumon. Trumon merupakan merupakan salah satu daerah termasyhur di wilayah Aceh Selatan. Hal ini disebabkan Kerajaan Trumon merupakan kerajaan yang kesembilan dari kerajaan Aceh yang memiliki Cap Sikureueng (Cap Sembilan) dan juga mempunyai mata uang sendiri yang tidak hanya diakui di Aceh saja, namun dunia juga mengakuinya.
Sejak kanak-kanak, Teuku Cut Ali, sudah memiliki bakat seorang pejuang. Itu, terlihat dari sikapnya yang tegas dan setia kepada teman. Teuku Raja Angkasah, merupakan teman akrab Teuku Cut Ali, mereka sama-sama berjuang melawan Belanda di medan perang. Saat usia 18 tahun, Teuku Cut Ali, sudah ikut berperang melawan Belanda.
Teuku Raja Angkasah | Foto google |
Beranjak usia 20 tahun, Teuku Cut Ali, dipercayakan menjadi Panglima Sagoe dan sejumlah pejuang Aceh berada di bawah pimpinannya. Dipilihnya Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe, selain memiliki kemampuan dalam memimpin perang, dia juga menguasai ilmu bela diri. Itulah, yang membuat para pejuang Aceh saat itu, sepakat untuk menunjuk Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe.
Hubungan Teuku Cut Ali dengan Masyarakat
Teuku Cut Ali merupakan panglima perang yang berani dan perkasa. Ia memiliki sifat pendiam dan hanya berbicara yang penting-penting saja, lantaran ia beliau adalah orang yang begitu disegani. Oleh sebab itu ia ssangat mudah mendapat dukungan dari masyarkat dengan ideologi-ideologi dan ide-ide memerangi musuh serta semangat yang diberikan masyarakat.
Hubungan Teuku Cut Ali dengan masyarakat Begitu dekat, selain berasal dari daerah yang sama, ia juga merupakan seorang yang sangat cerdas, sehingga beberapa orang disetiap kampung ikut serta berjuang dengan Teuku Cut Ali. Dukungan ini bukan saja bersifat riil, namun juga bersifat material. Orang-orang tersebut yang terekam dalam hikayat diperoleh nama dan peranan penting mereka diantaranya:
- Nyak Hasyem, (salah satu ketua regu pasukan Teuku Cut Ali)
- Cut Budiman, (sebagai anggota pasukan Teuku Cut Ali)
- Syech Mahmud, (sebagai anggota pasukan Teuku Cut Ali)
- Panglima Yusuf, (sebagai panglima perang di lapangan)
- Datok Rahman, (sebagai pengatur strategi di lapangan)
- Prang Leman, (sebagai anggota pasukan Teuku Cut Ali)
- Muhammad Insya, (sebagai pengatur strategi perang)
- Cut Apa, (sebagai anggota pasukan Teuku Cut Ali)
- Pang Ali, (sebagai pengatur taktik perang)
- Pang Ibrahim, (sebagai penagtur dan strategi di lapangan)
- Teungku Abu, (sebagai anggota pasukan Teuku Cut Ali)
- Apa Syam, (sebagai pengatur strategi perang)
Masa Perang Teuku Cut ali
Pasukan Teuku Cut Ali sebelum melakukan peperangan, dari pihak pasukan Teuku Cut Ali sangat toleransi terhadap Belanda yang ingin berkuasa di daerah pesisir Barat Selatan, para pasukan Teuku Cut Ali sangat transparan terhadap musuh dan tidak langsung memerangi serta memberikan peringatan sebelum perang.
Pada masa penjajahan Belanda, Bakongan merupakan pusat pemerintahan militer Belanda di Wilayah Selatan. Ini disebabkan, Bakongan terdapat satu tangsi atau Asrama Militer Belanda. Asrama ini dibangun di atas tanah dua hektar, tepatnya di pinggir Kota Bakongan atau di Kantor Koramil dan Polsek Bakongan sekarang. Berdekatan dengan pantai.
Dipilihnya Bakongan sebagai pusat militer Belanda, bertujuan untuk memudahkan menumpas dan melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh di Bakongan pada perang tahun 1925-1927. Perlawanan rakyat itu dibawah pimpinan Teuku Cut Ali dan Teuku Raja Angkasah. Dalam berperang melawan Belanda, gerilya adalah taktik dan strategi yang dilakukan Teuku Cut Ali dalam menyerang dan menghadang musuh. Dia dan pejuang lainnya, menyerang Belanda pada malam hari. Setelah menyerang, dan pihak musuh jatuh korban, Cut Ali dan prajuritnya menyingkir ketempat lain, sehingga membuat Belanda kewalahan untuk mencari jejak Cut Ali dan pengikutnya.
Dalam perang gerilyanya pasukan teuku cut ali menggunakan senjata tradsional seperti: Keuliwang, Siwah,Bambu runcing, peudeung,Rotan,Ranjau yang terbuat dari bambu yang sudah diruncingkan kemudian ditanam dalam rumput yang panjang dan Sarang Tawon Lebah yang digantung di jembatan.
Ketika perang di Seunebok Keuranji pecah, salah satu desa di Kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan, banyak pasukan Belanda yang menjadi korban. Teuku Cut Ali, mengalami luka parah, akibat terkena peluru pasukan Belanda. Namun, Cut Ali dan pasukannya berhasil menyingkir ke dalam hutan untuk menghindari kejaran Belanda.
Pada tahun 1926, perang di Gunong Kapoe (Gunung Kapur), kemudian berlanjut ke Desa Buket Gadeng, Kecamatan Bakongan, terjadi peperangan yang sangat hebat, antara pihak pejuang dengan Belanda. Dalam perang itu, Teuku Raja Angkasah, sahabat Teuku Cut Ali, syahid di tangan Letnan Molenaar, komandan pasukan Belanda dalam perang tersebut.
Syahidnya Teuku Raja Angkasah, tidak membuat semangat Teuku Cut Ali dan pasukannya patah. Dalam perang di Terbangan, salah satu desa di Kecamatan Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan, Letnan Molenaar, komandan perang pasukan Belanda, tewas di tangan Teuku Cut Ali. Kemenangan demi kemenangan diraih Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya sejak tahun 1926. Banyak jatuh korban di pihak Belanda. Kondisi ini, jelas membuat Belanda semakin gerah dan dendam terhadap Cut Ali. Dia, tidak hanya memimpin perang di wilayah Bakongan, tapi sampai ke Wilayah Kluet, Kabupaten Aceh Selatan.
Syahidnya Teuku Raja Angkasah, tidak membuat semangat Teuku Cut Ali dan pasukannya patah. Dalam perang di Terbangan, salah satu desa di Kecamatan Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan, Letnan Molenaar, komandan perang pasukan Belanda, tewas di tangan Teuku Cut Ali. Kemenangan demi kemenangan diraih Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya sejak tahun 1926. Banyak jatuh korban di pihak Belanda. Kondisi ini, jelas membuat Belanda semakin gerah dan dendam terhadap Cut Ali. Dia, tidak hanya memimpin perang di wilayah Bakongan, tapi sampai ke Wilayah Kluet, Kabupaten Aceh Selatan.
Komplek makam Teuku Cut Ali |
Pada Juni 1926, Teuku Cut Ali dan pejuang muslimin lainnya, kembali melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda, di dekat Gampong Ie Mirah, Kecamatan Pasie Raja. Dalam penghadangan ini, satu marsose Belanda tewas. Di pihak pejuang Aceh syahid sembilan orang. Tapi, Cut Ali dan pasukannya, terus gencar melakukan serangan terhadap Belanda. Tanggal 26 Mei 1927, Teuku Cut Ali bergerilya ke wilayah Terbangan, Kecamatan Pasie Raja, untuk menyusun strategi dan melakukan penyerangan serta penghadangan terhadap pasukan Belanda.
Namun, jejaknya diketahui Belanda yang saat itu dipimpin Kapten Paris. Dengan jumlah pasukan yang banyak, Kapten Paris menyusun strategi untuk menghadang dan melumpuhkan Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya. Maka, terjadilah perang yang sangat dahsyat antara pejuang Aceh dibawah pimpinan Teuku Cut Ali dan Belanda di bawah komando Kapten Paris.
Dalam perang ini, Teuku Cut Ali, didampingi Tgk Banta Saidi, atau lebih dikenal dengan Raja Lelo.Dia adalah panglima perang di Wilayah Kluet. Korban pun berjatuhan, baik di pihak pejuang maupun Belanda. Dan, akhirnya, Teuku Cut Ali syahid di tangan Kapten Paris. Melihat Cut Ali syahid, Raja Lelo menyerang balik Kapten Paris. Dengan kehebatan ilmu dalam yang dimilikinya, Raja Lelo berhasil melumpuhkan Kapten Paris dengan cara menyeruduk kemaluannya hingga tewas.
Makam Teuku Cut Ali |
Dalam perang di Aceh Selatan ini, dua komandan perang pasukan Belanda, Letnan Monelaar dan Kapten Paris tewas di tangan Teuku Cut Ali dan Raja Lelo.
Mengenai jasad teuku cut ali, dari beberapa versi mengatakan bahwa, kepalanya dipotong dan diarak keliling kampung,kemudian kepalanya dikuburkan di suak bakong kandang dan jasadnya dikubur di Lawe sawah kluet timur. Sedagkan Versi lain mengatakan, kepala Teuku cut ali dibawah ke Koeta Raja dan seakrang tengkorak teuku Cut ali tersebut berada di sebuah museum di Belanda, sedangkan jasadnya dikubur di pinggii muara di suak bakong kandang kluet selatan, aceh selatan.
Dikutip dari berbagai referensi
0 Response to "Teuku Cut Ali Panglima Sagoe Trumon yang Ditakuti Belanda"
Post a Comment