Merawat Tradisi Khanduri Laot
Foto : bendera kuning yang di naikkan pada sebuah pohon sebagai tanda di langsungkan Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie
Aceh memiliki laut sangat strategis berada pada posisi antara 2 – 6 derajat LU dan 95 – 98 derajat BT, sangat strategis letaknya bagi jalur pelayaran, sehingga posisi strategis ini sangat menguntungkan, dilihat dari geografi yang berbatasan sebelah utara dengan selat malaka, sebelah selatan dengan provinsi Sumatra selatan, sebelah barat dengan samudra hindia dan sebelah timur dengan selat malaka.
Penduduk Aceh menyebut laut dengan sebutan “ Laot ” atau terkadang disebut juga dengan “ Pasi ” dan yang termasuk didalamnya pesisir pantai atau kuala itu disebut “ Lhok “, biasanya digunakan oleh para nelayan untuk melakukan aktivitasnya yaitu seperti menangkap ikan.
Salah satu adat atau tradisi masyarakat Provinsi Aceh adalah mengadakan Khanduri (kenduri) laut. Khanduri merupakan perjamuan makan untuk memperingati peristiwa meminta berkah, dan lain sebagainya.
Perkembangan zaman kian maju dan modern, nilai-nilai adat dan budaya masyarakat aceh sampai saat ini masih tetap terjaga dan terus di lestarikan dengan baik.
Kabupaten Pidie misalnya, tepat di Gampong Neuhen, Kecamatan Batee, masyarakat daerah tersebut masih sangat menjaga tradisi Khanduri laut.
Bagi masyarakat gampong Neuhen, laut tidak hanya bernilai ekonomi tetapi juga memiliki nilai sosial dan nilai religi. Adanya nilai sosial dan ekonomi, fungsi sosial yaitu untuk menjaga hubungan manusia dengan manusia, adapun fungsi ekonomi yaitu menjaga keserasian antara manusia dan alam. Begitu juga nilai religi berfungsi menjaga keserasian hubungan antara manusia dengan tuhan (Surwono, S.W, 2005 : 41) dengan kata lain, segala bentuk eksplorasi laut dan hubungan antara pelaku dalam pemanfaatan laut harus mempunyai nilai-nilai ibadah menurut syariat islam.
Foto : seorang Masyarakat sedang memasak kuah beulangong pada acara Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie
Selain itu Khanduri Laut di lakukan untuk mempererat silaturrahmi dan meningkatkan kekompakan nelayan, termasuk dalam interaksi sosial, interaksi sosial merupakan hubungan interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan menggunakan tindakan verbal maupun non-verbal, sehingga interaksi sosial menjadi kunci utama dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.(Soekanto, 1990).
Khanduri Laot biasanya di lakukan pertengahan tahun atau akhir tahun, saat perubahan musim timur ke barat. Nah, waktu itulah dimanfaatkan oleh para nelayan Gampong Neuhen untuk mengadakan Khanduri Laot.
Hari Khanduri Laot sendiri ditetapkan oleh panglima Laot dengan mengundang semua penduduk, para pawang, orang tua gampong, dan masyarakat sekitar.
Proses pelaksanaan Khanduri Laot di mulai dengan beberapa tahapan, tahapan pertama mempersiapkan hidangan makanan yang di peruntukan untuk tamu-tamu dan warga masyarakat yang mengikuti upacara tersebut. Semua hidangan di siapkan oleh masyarakat Neuhen secara suka rela.
Foto : bendera kuning yang di naikkan pada sebuah pohon sebagai tanda di langsungkan Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie
Tahapan selanjutnya disembelih seekor kerbau, serta mempersiapkan perlengkapan peusijuek sebagai prosesi utama dalam pelaksanaan upacara Khanduri Laot. Setelah berbagai keperluan yang digunakan untuk prosesi upacara tersedia. Maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan upacara, pelaksanaan ini di mulai pagi hari setelah shalat subuh. Nah Pada tahap ini masyarakat berpartisipasi melaksanakan doa dan zikir bersama, maka setelah itu panglima Laot mulai memandikan kerbau yang akan disembelih, setelah selesai di mandikan di lanjutkan peusijuek oleh panglima Laot di ikuti oleh Tengku imum dan Tokoh masyarakat lainnya.
Adapun proses terakhir,kerbau yang telah disembelih dan di masak untuk disantap bersama dengan masyarakat gampong neuhen, tokoh adat, masyarakat dari luar yang ikut berpartisipasi, pejabat sipil serta militer.
Terdapat suatu hal yang unik pada pelaksanaan Khanduri Laot di mana kepala kerbau, isi dalam dan tulang belulang di bungkus dengan kulit kerbau kemudian di bawa dengan perahu dan di tenggelamkan ke laut dengan jarak yang tidak jauh dari bibir pantai.
“Pada dasarnya penyelenggaraan Khanduri Laot bertujuan untuk keselamatan para nelayan dalam melakukan pekerjaannya, dan merupakan bentuk rasa syukur atas anugerah Tuhan Yang maha Esa atas limpahan rahmat-Nya”. Begitu penuturan dari petua adat Gampong Neuhen.
Terungkaplah fakta bahwa Khanduri Laot bukanlah memberi tumbal kepada jin seperti persepsi masyarakat selama ini, melainkan memberi makan ikan sebagai wujud syukur atas rezeki sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk berkreasi setelah sekian lama bekerja.
Selama tujuh hari setelah Khanduri, lokasi disekitar tulang yang di tenggelamkan tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas menangkap ikan, karena lokasi tersebut merupakan tempat untuk ikan-ikan bermain, bertelur dan menetaskan telurnya (Daud, 2004).
Larangan tersebut dipatuhi dan dilaksanakan oleh para nelayan di kawasan kuala Batee dan sekitarnya. Sebab hal ini berkenaan dengan tata cara dalam adat meuLaot.
Foto : antusiasnya masyarakat mengikuti acara Khanduri Laot di Pasi Beurandeh,Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie
Ada yang unik dalam kegiatan Khanduri Laot yang dilaksanakan oleh masyarakat gampong neuhen. Hampir seluruh masyarakat baik tua maupun muda ikut pergi ke pantai menggunakan bot kayu, disana mereka berkreasi sehari penuh, seperti makan bersama dan juga mandi laut.
Nah, Itulah sedikit ulasan singkat mengenai Khanduri Laot yang diadakan oleh masyarakat Gampong Neuhen Kecamatan Batee. Sebagai warisan budaya, Sudah sepatutnya kita sebagai generasi penerus untuk melestarikan dan menjaga adat tersebut agar selalu ada.(an)
0 Response to "Merawat Tradisi Khanduri Laot"
Post a Comment