Kantor dan Sekolah Harus Tutup sampai Akhir Tahun, Tak Ada Pilihan untuk Indonesia





JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk mengambil langkah pencegahan penularan virus corona yang lebih efektif, mengingat kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.

Pada Senin (27/7/2020), angka kasus infeksi Covid-19 di Indonesia menembus angka 100.303 kasus, tertinggi di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Angka 100.000 ini diperoleh setelah adanya tambahan 1.525 kasus baru, dengan total kematian akibat Covid-19 sebanyak 4.838 kasus.

Salah satu sumber penularan yang menjadi sorotan belakangan ini adalah meningkatnya penularan dari perkantoran.

Sejak Juni, sejumlah perusahaan menerapkan kembali bekerja di kantor, dengan aturan yang telah ditetapkan gugus tugas.

Namun, penularan tetap tak bisa dihindari.



Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, tak ada pilihan, jika ingin menekan laju penularan Covid-19, pemerintah perlu mengkaji ulang pembukaan kantor di sektor non-esensial.

Kantor di sektor non-esensial sebaiknya ditutup dan menerapkan kembali work from home (WFH) sampai akhir tahun.

Demikian pula sektor pendidikan.

"Kantor dan sekolah harus ditutup sampai akhir tahun. Tak ada pilihan lain buat Indonesia, kecuali mau membuat risiko terjadinya lonjakan besar kasus infeksi dan kematian," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Ia mengatakan, penutupan kantor non-esensial dan sekolah harus dilakukan secara serentak dengan kedisiplinan penuh dari masyarakat.

Tak bisa kembali terapkan PSBB


Dicky mengatakan, kedisiplinan masyarakat menjadi penting. Alasannya, Indonesia tak mungkin menerapkan kembali penguncian atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang akan berdampak pada ekonomi negara.

Oleh karena itu, hal yang paling penting saat ini adalah mencegah kasus-kasus klaster, seperti perkantoran dengan penerapan WFH atau bekerja dari rumah.

"Prioritas selama masa rawan pandemi ini harus WFH dulu," kata dia.

Menurut Dicky, Indonesia bisa belajar dari apa yang terjadi di Australia. Ia menyebutkan, 80 persen kasus di Australia berasal dari klaster perkantoran.

Potensi penularan di gedung tertutup sangat besar karena penularan Covid-19 melalui microdroplet di indoor 20 kali lebih besar dibandingkan dari outdoor.

"Penularan di kantor yang indoor ini 20 kali lebih besar daripada outdoor. Kondisi inilah yang membuat orang-orang di dalam gedung sangat rawan," kata dia.

Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, meski angkanya telah mencapai 100.000 kasus, puncak pandemi virus corona di Indonesia masih jauh dan sulit diprediksi.

"Belum (puncak pandemi), masih jauh," ungkap Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Puncak pandemi Covid-19 dapat dilihat jika sudah ada perlambatan pertumbuhan kasus. Adapun di Indonesia, hal ini susah diprediksi.

"Sulit diprediksi karena tidak ada variabel yang bisa dipakai," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diingatkan untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19.


Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, tak ada pilihan, jika ingin menekan laju penularan Covid-19, pemerintah perlu mengkaji ulang pembukaan kantor di sektor non-esensial.

Kantor di sektor non-esensial sebaiknya ditutup dan menerapkan kembali work from home (WFH) sampai akhir tahun.

Demikian pula sektor pendidikan.

"Kantor dan sekolah harus ditutup sampai akhir tahun. Tak ada pilihan lain buat Indonesia, kecuali mau membuat risiko terjadinya lonjakan besar kasus infeksi dan kematian," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Ia mengatakan, penutupan kantor non-esensial dan sekolah harus dilakukan secara serentak dengan kedisiplinan penuh dari masyarakat.

Tak bisa kembali terapkan PSBB


Dicky mengatakan, kedisiplinan masyarakat menjadi penting. Alasannya, Indonesia tak mungkin menerapkan kembali penguncian atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang akan berdampak pada ekonomi negara.

Oleh karena itu, hal yang paling penting saat ini adalah mencegah kasus-kasus klaster, seperti perkantoran dengan penerapan WFH atau bekerja dari rumah.

"Prioritas selama masa rawan pandemi ini harus WFH dulu," kata dia.

Menurut Dicky, Indonesia bisa belajar dari apa yang terjadi di Australia. Ia menyebutkan, 80 persen kasus di Australia berasal dari klaster perkantoran.

Potensi penularan di gedung tertutup sangat besar karena penularan Covid-19 melalui microdroplet di indoor 20 kali lebih besar dibandingkan dari outdoor.

"Penularan di kantor yang indoor ini 20 kali lebih besar daripada outdoor. Kondisi inilah yang membuat orang-orang di dalam gedung sangat rawan," kata dia.

Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, meski angkanya telah mencapai 100.000 kasus, puncak pandemi virus corona di Indonesia masih jauh dan sulit diprediksi.

"Belum (puncak pandemi), masih jauh," ungkap Pandu saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020).

Puncak pandemi Covid-19 dapat dilihat jika sudah ada perlambatan pertumbuhan kasus. Adapun di Indonesia, hal ini susah diprediksi.

"Sulit diprediksi karena tidak ada variabel yang bisa dipakai," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diingatkan untuk memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19.



sumber : kompas.com

0 Response to "Kantor dan Sekolah Harus Tutup sampai Akhir Tahun, Tak Ada Pilihan untuk Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel